Senin, 20 Februari 2012

MENGAKU NABI SETELAH NABI MUHAMMAD ADALAH DZALIM

Kalau kita membaca beberapa berita di media atau dunia maya, ada beberapa aliran sempalan Islam baik dalam Syiah atau Suni yang mengklaim pimpinan mereka sebagai nabi baru. Di sempalan aliran Syiah bahkan ada yang mengatakan Nabi terakhir seharusnya Ali dan bahwa Muhammad merampas kenabian dari Ali. Di sempalan Suni yaitu Ahmadiyah mengklaim Mirza Ghulam Ahmad dari India sebagai nabi baru dan bahwa kata Ahmad di Al-Quran 61:6 merujuk padanya. Padahal kedua aliran ini mengaku berpegang pada Al-Quran. Sekarang mari kita lihat yang sebenarnya.
Sebelum dijelaskan lebih lanjut disini ada baiknya pembaca membaca artikel sebelumnya DISINIsehingga tidak bingung dalam menelaah artikel ini.
Nabi Muhammad memiliki beberapa nama antara lain Abu Qasim dan Ahmad. Surah ke 47bernama MUHAMMAD yang terdiri dari 38 ayat. Kata AHMAD berada di surah ke 61 (As-Shaf)ayat ke 6.
Wa-ith qala AAeesa ibnu maryama ya banee isra-eela innee rasoolu Allahi ilaykum musaddiqan lima bayna yadayya mina alttawrati wamubashshiran birasoolin ya/tee min baAAdee ismuhuahmadu falamma jaahum bialbayyinati qaloo hatha sihrun mubeenun
Dan (ingatlah) ketika ‘Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” [QS As-Shaf 61:6]
MUHAMMAD = محمد
AHMAD = أحمد
Berdasarkan tabel bilangan prima dapat kita peroleh 16 angka pertama sebagai berikut 2 3 5 7 11 13 17 19 23 29 31 37 41 43 47 53. Ternyata 2 angka terakhir adalah angka 47 dan 53
Seperti diketahui Al-Quran memiliki angka keramat 19, angka ini diperoleh berdasarkan kalimat Basmallah, B(i)sm All(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. Catatan : huruf dalam kurung tidak terdapat dalam huruf bentuk Arab. Jumlah huruf (tak termasuk dalam kurung) berjumlah 19
MUHAMMAD = 92 dan AHMAD = 53. Jika nominalnya ditambahkan = 9+2+5+3 = 19
Mungkin anda akan bertanya mengapa angka keramat Al-Quran 19Karena itu merupakan awal angka (1) dan akhir angka (9)Angka terdiri dari 1-2-3-4-5-6-7-8-9Dan ini merupakan konsep Tuhan yang mempunyai sifat Yang Awal dan Yang akhir.
[QS 57:3] Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin  dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Nilai MUHAMMAD = 92 dan nilai AHMAD = 53 sehingga  MUHAMMAD + AHMAD = 92+53 = 145.Kata AHMAD berada di surah 61 ayat 6 yang jika digabung menjadi 616 Gabungan 145 dan 616menjadi 145616 = 19 7664
Surah Muhammad surah ke 47 jumlah ayat 38 yang jika digabung menjadi angka 4738. Surah As-Shaf (dimana kata AHMAD terdapat) merupakan surah ke 61 dengan jumlah ayat 14 yang jika digabung menjadi 6114. Jika digabungkan menjadi 47386114 = 19 x 2494006
Nabi Muhammad lahir tahun 570 M, nilai MUHAMMAD = 92 , nilai AHMAD = 53. Jika angka ini digabungkan menjadi 5709253 = 19 x 300487. Sekarang perhatikan bahwa nilai 300487mengandung angka nyata 3487 (angka mulai 1 s/d 9 dimana 0 tidak termasuk) atau 47 38. Angka47 dan 38 merupakan Surah Muhammad (47) dan 38 adalah jumlah ayatnya.
Nabi Muhammad wafat tahun 632 M. Nilai MUHAMMAD = 92 dan nilai AHMAD = 53 dimana92+53 = 145. Jika 632 – 145 = 487. Sekarang coba nilai MUHAMMAD dan AHMAD digabungkan akan menjadi 9253 dimana 9253 = 19 x 487.
Nabi Muhammad menerima wahyu selama 22 tahun dimana 92+22 =114 (jumlah surah Al-Quran)
الإسلام‎= AL ISLAM
ISLAM 
Nabi Muhammad menerima wahyu pada umur 40 tahun sehingga 92+40 = 132
Di dalam Al-Quran nama MUHAMMAD disebut 4 kali yaitu pada surah dan ayat berikut :
[3:144] Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. ……..
[33:40] Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
[47:2] Dan orang-orang mu’min dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.
[48:29] Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka……..
10 + 131 + 215 + 276 632
Nabi Muhammad wafat tahun 632 M
Angka Nilai Muhammad = 92, Surah Muhammad Surah ke 47 dengan jumlah ayat 38
47 Bilangan Prima pertama :
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29 31 37 41 43 47 53 59 61 67 71 73 79 83 89 97 101 103 107 109 113 127 131 137 139 149 151 157 163 167 173 179 181 191 193 197 199211
2+ 3+ 5+ 7+ 11+ 13 +17 +19 +23+ 29 +31+ 37+ 41+ 43+ 47+ 53+ 59+ 61+ 67+ 71+ 73+ 79+ 83+ 89+ 97+ 101+ 103+ 107+ 109+ 113+ 127+ 131+ 137+ 139+ 149+ 151+ 157 +163 +167+ 173+ 179+ 181+ 191+ 193+ 197+ 199 +211 =4438 (38 adalah jumlah ayat)
38 Bilangan Prima pertama:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29 31 37 41 43 47 53 59 61 67 71 73 79 83 89 97 101 103 107 109 113 127 131 137 139 149 151 157 163
2+ 3+ 5+ 7+ 11+ 13 +17 +19 +23+ 29 +31+ 37+ 41+ 43+ 47+ 53+ 59+ 61+ 67+ 71+ 73+ 79+ 83+ 89+ 97+ 101+ 103+ 107+ 109+ 113+ 127+ 131+ 137+ 139+ 149+ 151+ 157 +163  =2747 (47 adalah nomor Surah)
47 Bilangan Prima pertama jika angkanya dijumlahkan =4438
38 bilangan Prima pertama jika angkanya dijumlahkan = 2747
92 Bilangan Prima pertama:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29
31 37 41 43 47 53 59 61 67 71
73 79 83 89 97 101 103 107 109 113
127 131 137 139 149 151 157 163 167 173
179 181 191 193 197 199 211 223 227 229
233 239 241 251 257 263 269 271 277 281
283 293 307 311 313 317 331 337 347 349
353 359 367 373 379 383 389 397 401 409
419 421 431 433 439 443 449 457 461 463
467 479
Dari hasil terakhir diperoleh 47-9 = 38
Berikut adalah 47 bilangan Prima pertama :
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29 31 37 41 43 47 53 59 61 67 71 73 79 83 89 97 101 103 107 109 113 127 131 137 139 149 151 157 163 167 173 179 181 191 193 197 199211
Angka-angka diantara 38 Bilangan Prima pertama dan 47 Bilangan Prima pertama adalah :
167 173 179 181 191 193 197 199 211
167 + 173 + 179 + 181 + 191 + 193 + 197 + 199 + 211 = 1691 = 19 x 89

Rabu, 01 Februari 2012

tentang mauid

Al Hafizh Abu al Khair as Sakhawi mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi yang mulia itu tidak dilakukan atau dinukil dari salaf pada masa abad ke 3 Hijriyah, dimulai peringatan maulid tersebut setelah abad ke 3 Hijriyah. Pada acara tersebut diadakan berbagai amal kebajikan, membaca kitab maulid dan menampakkan kegembiraan atas kelahiran Nabi. Sehingga tampaklah keberkahan pada mereka.
Dari kalangan pembesar-pembesar negara, yang mula-mula mengadakan perayaan untuk memperingatinya tercatatlah nama Raja Mudhaffar Abu Sa’id penguasa Irbil, Irak. Demikian menurut pendapat Imam as-Sakhawi.
Menurut keterangan Imam Ibnu al Jauzi, pada upacara ini pujangga terkenal Hafizh Ibnu Dihyah menyusun suatu naskah yang dinamakan dengan At-Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir, yang isinya memuat riwayat singkat perjuangan Nabi Muhammad saw. Untuk ini Raja Mudhaffar Abu Sa’id memberinya 1000 dinar. Beliau terkenal seorang yang gagah perkasa, pintar dan bijaksana. Ketika wafat, beliau sedang dalam penyerangan mengepung pasukan Eropa di kota Aka, tahun 630 H.
Dalam kitab I’anatuth Thalibin , Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi menyatakan bahwa Imam Ibnu Jauzi dalam kitab Mir-at Az Zaman menceritakan tentang peringatan Maulid yang diadakan Raja Mudhaffar Abu Sa’id itu. Dikatakan dalam upacara itu disembelih sebanyak 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 roti mentega dan 30.000 piring kue-kue. Hadir pada upacara itu, pemuka-pemuka, alim ulama, ahli-ahli tasawuf dan orang-orang besar lainnya. Biaya seluruhnya mencapai 300.000 dinar. Mulai saat itu hingga kini ramai umat Islam di seluruh dunia memperingati Mauild Nabi.
Imam Abu Syamah (guru Imam An Nawawi) lebih jauh menegaskan bahwa diantara bid’ah yang baik dilakukan pada masa kita sekarang ini, adalah pertemuan pada tanggal 12 Rabiul Awal dengan bersedekah, berbuat baik, berdandan rapi dan menghias diri, sebagai tanda kegembiraan hati atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Semua perbuatan itu termasuk menyantuni anak-anak yatim dan fakir miskin, merupakan lambang atau syiar pernyataan sikap kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW, dan menunjukkan peghormatan kita terhadap kebesaran Nabi serta tanda syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah mengutus Nabi Muhammad SAW ke permukaan bumi untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Banyak ulama dan fuqaha yang telah menulis buku-buku tentang anjuran merayakan peringatan maulid Nabi Saw yang mulia. Mereka menjelaskan dalil-dalil yang shahih tentang sunnahnya kegiatan ini. Semua itu tidak menyisakan ruang bagi orang yang memiliki akal, pemahaman, dan pikiran yang sempurna untuk mengingkari apa yang telah ditempuh dan dilakukan oleh kalangan salafussaleh berupa perayaan maulid Nabi Saw
Dalam kitab Al-Madkhal, Ibnu Hajj menjelaskan dengan panjang lebar tentang keutamaan-keutamaan yang berkaitan dengan perayaan ini dan dia mengemukakan uraian penuh manfaat yang membuat lapang hati orangorang yang beriman.
Perlu diketahui bahwa Ibnu Hajj sendiri menulis kitab al-Madkhal dengan tema mencela perkara-perkara bid’ah yang diada-adakan yang tidak tersentuh oleh dalil syariat.

Sang Penutup para hafizh, Jalaluddin As-Suyuthi, di dalam bukunya “Husnul Maqshid fi ‘Amalil Maulid” memberikan penjelasan tentang maulid Nabi Saw dalam rangka menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang kegiatan maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awwal: Apa hukumnya dalam pandangan syariah? Apakah kegiatan itu terpuji atau tercela? Dan apakah pelakunya mendapatkan pahala? Dia berkata, “Jawabannya, menurutku, bahwa hukum dasar kegiatan maulid -yang herupa berkumpulnya orang-orang yang banyak; membaca beberapa ayat-ayat Al Quran; menyampaikan ‘khabar-khabar’ yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi Saw dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Beliau; kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama; lalu mereka heranjak pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain- adalah termasuk bid’ah hasanah (bid’ah baik) dan diberikan pahala hagi orang yang melakukannya. Karena dalam kegiatan itu terkandung makna mengagungkan peran dan kedudukan Nabi Saw serta menunjukkan suka cita dan kegembiraan terhadap kelahiran beliau.”
Imam Suyuthi membantah orang yang berkata, “Aku tidak mengetahui dasar hukum perayaan maulid ini di dalam Al Quran maupun di dalam Sunnah,” dengan mengatakan, “Ketidaktahuan terhadap sesuatu tidak lalu herarti tidak adanya sesuatu itu,”. Beliau juga menjelaskan bahwa Imam para hafizh, Abu Fadhl Ibnu Hajar -semoga Allah merahmatinya-, telah menjelaskan dasar hukumnya dari Sunnah. Imam Suyuthi sendiri juga mengemukakan dasar hukumnya yang kedua dan menjelaskan bahwa bid’ah tercela adalah perkara baru yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dalil syariat. Adapun jika ada hubungan yang kuat dengan dalil syariat yang memujinya, maka perkara itu tidak tercela.
Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi’i Ra bahwa dia berkata, “Perkara-perkara baru itu ada dua macam, yaitu: pertama, perkara baru yang diada-adakan yang bertentangan dengan Al Quran, Sunnah, atsar, atau ijma’. Maka, ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua, perkara-perkara baru yang baik; tidak ada pertentangan dengan satu pun (dari rujukan-rujukan hukum di atas). Dan, ini adalah perkara baru yang tidak tercela. Umar bin Khaththab Ra berkata tentang pelaksanaan shalat tarawih pada bulan Ramadhan, “Alangkah baiknya bid’ah ini”
Yakni ini adalah perkara baru yang belum dilaksanakan sebelumnya. Namun apabila dilakukan maka kita juga tidak akan menemukannya bertentangan dengan perkara yang dahulu (terjadi di zaman Nabi)”. Demikian akhir kutipan dari pendapat Imam Syafi’i.

Imam Suyuthi berkata, “Kegiatan merayakan maulid Nabi Saw tidak bertentangan dengan Al Quran, Sunnah, atsar, maupun ijma’. Maka ini bukan perbuatan tercela sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Syafi’i. Justru kegiatan itu merupakan perbuatan baik yang belum dikenal pada masa-masa awal Islam. Kegiatan memberi makan yang terlepas dari perbuatan dosa adalah perbuatan baik. Dengan demikian, kegiatan maulid termasuk perkara baru yang dianjurkan sebagaimana diungkapkan oleh Sultannya para Ulama, Izzuddin bin Abdissalam.”
Dan hukum dasar berkumpul untuk menyemarakkan syiar maulid adalah sunnah dan qurbah (ibadah mendekatkan diri kepada Allah). Sebab kelahiran Nabi Saw merupakan nikmat terbesar untuk kita, dan syariat memerintahkan kita untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang kita peroleh.
Inilah yang dinyatakan kuat (rajih) oleh Ibnu Hajj di dalam kitab Al-Madkhal. Beliau berkata, “Karena pada bulan ini Allah Swt menganugerahkan kepada manusia di bumi tokoh junjungan untuk orang-orang terdahulu dan sekarang, maka wajib untuk ditingkatkan pada hari itu ibadah-ibadah, kebaikan, dan syukur kepada Allah atas nikmat besar yang dilimpahkan-Nya kepada kita.”

Dasar hukum yang dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar tentang kegiatan maulid Nabi Saw adalah hadits yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Nabi Saw tiba ke Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyu Ra, maka beliau menanyakan hal itu kepada mereka. Mereka pun menjawab, “Ini adalah hari yang Fir’aun ditenggelamkan dan Musa diselamatkan oleh Allah. Maka kami berpuasa padanya sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt”
Ibnu Hajar berkata, “Jadi, diambil faidah yang terkandung di dalam hadits ini yaitu melaksanakan syukur kepada Allah Swt atas anugerah yang Dia berikan pada hari tertentu, pemberian nikmat atau pencegahan dari bencana. Dan, kegiatan itu diulangi pada hari yang sama setiap tahun. Kegiatan syukur itu tercapai dengan berbagai bentuk ibadah seperti sujud (shalat), puasa, sedekah, dan membaca Al Quran. Dan, nikmat manakah yang lebih hesar daripada nikmat munculnya Nabi Saw ini, Nabi rahmat, pada hari itu?”
Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bentuk-bentuk kegiatan di dalam perayaan tersebut dan berkata, “Maka semestinya kita batasi bentuk-bentuk kegiatan itu pada hal-hal yang dipahami sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt seperti yang telah disebutkan: membaca Al Quran, memberi makan, melantunkan puisi-puisi pujian bagi Nabi Saw dan puisi-puisi yang menggerakkan hati untuk melakukan kebajikan dan amal akhirat. Perkara-perkara mubah yang mengandung nilai suka cita dan kegembiraan terhadap hari kelahiran itu tidak mengapa untuk disertakan dengannya.”
Imam Suyuthi mengutip penjelasan Imam tokoh-tokoh qira’at, Al-Hafizh Syamsuddin Ibnu Jauzi dari kitabnya ‘Urf Al-Ta’rif bi Al-Maulid Al-Syarif ‘, “Jelas disebutkan dalam hadits shahih bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan dari siksa neraka pada setiap malam Senin karena ia memerdekakan Tsuwaibah setelah mendengarkan berita gembira kelahiran Nabi Saw yang disampaikannya. Jika Abu Lahab yang kafir dan dicela dengan nyata di dalam Al Quran mendapatkan keringanan di dalam neraka karena suka cita dan kegembiraannya pada malam kelahiran Nabi Saw, maka bagaimana lagi dengan seorang muslim dan bertauhid dari umat Nabi Saw yang bergembira dengan kelahiran beliau dan berusaha sekuat tenaga yang ia mampu untuk mencintainya? sungguh balasannya dari Allah Swt adalah Dia memasukkannya ke dalam surga yang penuh kenikmatan dengan karunia-Nya.”
Selain dasar-dasar hukum dan argumentasi yang disebutkan, bisa juga berdalil dengan umumnya firman Allah Swt : “…dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah,” (QS. Ibrahim : 5)
Tidak ragu lagi bahwa kelahiran Nabi Saw termasuk hari-hari Allah, sehingga memperingatinya berarti melaksanakan perintah Allah. Perkara yang demikian bukanlah bid’ah, tetapi merupakan sunnah hasanah (tradisi baik), sekalipun tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw
Kita merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw karena kita mencintainya. Dan bagaimana kita tidak mencintainya, sedangkan seluruh alam semesta mengenal dan mencintainya. Ingatlah hadits tentang sebatang pohon karma yang tak bernyawa, betapa ia menyayangi dan mencintai Nabi Saw serta rindu untuk selalu dekat dengan Nabi Saw yang mulia, bahkan menangis sejadi-jadinya karena rindu kepada Nabi Saw.




Sayyid Muhammad Al-Maliki , menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.

Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin.
Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah is bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah?
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin.”
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian.
Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.
Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’. [infokito]
Wallahu a’lam
GLOSSARY:
Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah.
Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dan lain-lain.
Beliau wafat hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 H (2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping makam istri Rasulullah SAW. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al-Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri.